Cakaplagi.com – Kasus dokter gadungan bernama Susanto yang viral di media sosial beberapa hari ke belakang masih menjadi perbincangan hangat.
Pria lulusan SMA tersebut diketahui telah bekerja di RS PHC Surabaya dengan menggunakan identitas dokter lain milik dokter Anggi Yurikno.
Susanto sendiri merupakan warga asli Grobogan, Jawa Tengah, telah menjalani sidang di Pengadilan Negeri Surabaya, Provinsi Jawa Timur.
Penasaran seperti apa respon IDI terkait dokter gadungan viral bernama Susanto? Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mengungkap alasan Susanto bisa melakukan praktik dan penipuan sebagai dokter gadungan.
Anggota Biro Hukum Pembinaan dan Pembelaan IDI dr Dewa Nyoman Sutayana menduga pengetahuan Susanto soal kesehatan diambil di internet.
“Ini informasi kesehatan banyak dan mudah di akses oleh siapa saja di internet. Sebetulnya hal itu bermanfaat bagi masyarakat, misal untuk melakukan penanganan dini, tapi disalahgunakan,” ujar Dewa.
Ia menuturkan banyak situs yang menjelaskan soal kesehatan berikut cara pengobatan. Dia juga menerangkan ada beberapa obat yang mudah di cari di pasaran dalam situs tersebut.
Dewa menduga Susanto menggunakan situs-situs kesehatan itu untuk menjalankan aksinya sebagai dokter gadungan.
“Bagi dokter yang betulan saja bisa salah, apalagi dokternya gadungan. Dampaknya bisa fatal. Pertama, pasien pastinya tidak sembuh. Kedua bisa memperparah komplikasi, yang paling fatal mengakibatkan kecacatan bahkan kematian,” tuturnya.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua IDI Adib Khumaidi menilai kurangnya proses kredensial atau verifikasi terhadap kualifikasi, pengalaman, profesionalisme, jadi salah satu penyebab munculnya fenomena dokter gadungan macam Susanto.
Ia menilai proses kredensial sangat penting untuk memastikan seseorang memiliki kewenangan sebagai tenaga medis untuk memeriksa atau mendiagnosa penyakit seorang pasien.
“Fase ini (kredensial) sangat penting untuk bisa menilai apakah seseorang betul-betul merupakan seorang dokter, memiliki dan masih berwenang, serta mengidentifikasikan kompetensinya naik atau turun,” kata dia.
Menurutnya, UU nomor 17 tahun 2023 tentang Tenaga Kesehatan yang menyederhanakan proses perizinan kesehatan kini menghilangkan proses penting, yakni proses kredensial.
Oleh sebab itu, ia meminta pemerintah daerah dan pusat memberi kewenangan agar IDI bisa turut berperan dalam proses verifikasi guna memastikan seseorang betul-betul berprofesi sebagai dokter.
“Dengan adanya proses yang penting itu, tapi sekarang ditiadakan, kami berharap pemerintah pusat atau daerah dalam membuat kebijakan tetap melibatkan peran organisasi IDI untuk proses kredensial maupun re-kredensial,” ucapnya.
Sebelumnya, seorang pria bernama Susanto melakukan penipuan dengan mengaku sebagai dokter dan bekerja di Rumah Sakit Primasatya Husada Citra (RS PHC) selama dua tahun lebih. Padahal ia hanya lulusan SMA.
Susanto disebut mencuri data, identitas dan dokumen milik seorang dokter asal Bandung untuk mengelabui RS PHC.
Saat ini, Susanto didakwa dengan Pasal 378 KUHP. Ia dinilai telah melakukan tindak pidana penipuan untuk menguntungkan diri sendiri, dengan memakai nama dan martabat palsu, tipu muslihat, hingga melakukan rangkaian kebohongan.